Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan
dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan
konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan
dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah
dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan
perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum
diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi
objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi,
berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh
etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan,
lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait
lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi,
fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta
kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Sebelum membahas lebih dalam tentang undang- undang praktik keperawatan
mari kita mengulas secara singkat beberapa undang- undang yang ada di
indonesia yang berkaitan peraktik keperawatan.
UU No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan
penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi
dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang
bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini
boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai
jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis.
Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah
selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan
sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk
dokter.
Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan
paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan
(termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu
hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi
juga termasuk katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987;
Sciortino, 1991).
Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah
membuat suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan
dan bidan.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan
perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya.
UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan
profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik,
hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23
tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik
Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan
mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan
peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga
kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai
dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4 menyatakan
tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan
(Jahmono, 1993).
1. PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.
Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei,
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya
Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
1) Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya
kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan
untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan;
pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan
Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan
bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi
keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan
masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan
pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan
sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan komunitas).
2) Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan
keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan
yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap
keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki
berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak
bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur
sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan
peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat
dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan
Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan
akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi
akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan
hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk
praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan
meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan
mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
3) Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan
derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan
kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan
hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian
tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian
perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga
memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional,
semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil,
berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu,
Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas,
kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat,
profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang
seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian
interprofesional (WHO, 2002).
4) Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya
pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model
medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan
(Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan
keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh
kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan.
2. Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia,
sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice
Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi
masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing
yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika
penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun
2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang
belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI
dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam
pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian
pelayanan kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari
perlindungan hukum, bahkan sering menjadi objek dalam masalah hukum.
Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan jasa untuk profesi
keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan
selama ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara
pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan
masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi
masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan
kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu
pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar
terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis
komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar
program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum
banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam
membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan
dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah
satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan
program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt,
2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis
komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan
membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan
bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai
sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource),
dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami
dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di
masyarakat.
3. Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :
Tujuan utama
• Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat maupun perawa
Ø Tujuan Khusus
• Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.
• Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
• Menetapkan standar pelayanan keperawatan
• Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
• Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
• Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Posting Komentar